Respons KPU soal Kritik Masyarakat Terkait PKPU Keterwakilan Perempuan di DPR


Minggu 14 Mei 2023 (07:26) Oleh admin
" Respons KPU soal Kritik Masyarakat Terkait PKPU Keterwakilan Perempuan di DPR, Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 banyak menuai kritik, terutama dari kaum perempuan. Hal itu lantaran Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dinilai mematikan keterwakilan perempuan di legislatif. "


JAKARTA – Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 banyak menuai kritik, terutama dari kaum perempuan. Hal itu lantaran Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dinilai mematikan keterwakilan perempuan di legislatif.

Seperti yang dikutip dari detikNews Ketua Divisi KPU RI Idham Holik mengatakan KPU telah melakukan penghitungan berdasarkan sistem matematika murni. Idham menyebutkan hal itu juga telah dikonsultasikan kepada DPR RI.

“Ketika dilakukan pembulatan secara matematika murni, maka 0 sampai dengan 4 itu dibulatkan ke bawah, dan 0,5 ataupun lebih itu dibulatkan ke atas. Ini kan standarnya standar matematika, bukan pembulatan hal yang baru dalam dunia matematika,” ujar Idham kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).

Menurutnya, Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dibuat mengacu kepada Pasal 245-246 UU Nomor 7 Tahun 2017. Idham berkata pada saat pembahasan PKPU itu pun dihadiri oleh DPR, Bawaslu dan DKPP.

“Dalam uji publik, kami masih melakukan rancangan penormaan seperti PKPU Nomor 20 tahun 2018 yang lalu, yang digunakan untuk pengajuan daftar calon pada tanggal 4-17 Juli 2018. Dalam proses kosultasi di DPR itu mengalami dinamika dan menggunakan pendekatan matematika murni,” ujarnya.


Idham menuturkan tidak masalah jika PKPU tersebut akan digugat ke Mahkamah Agung (MA). Sebab, menurutnya, negara ini merupakan negara hukum.


“Kami juga dalam menyelenggarakan Pemilu harus mematuhi prinsip berkepastian hukum. Hal tersebut termasuk di Pasal 3 huruf d UU Nomor 7 Tahun 2017, kami ya dalam melakukan pengundangan pun harus dalam lingkup berkepastian hukum,” tuturnya.


Adapun Pasal yang dikritik kelompok masyarakat adalah Pasal 8 ayat 2 PKPU No 10 Tahun 2023. Pasal 8 Peraturan KPU No. 10 Tahun 2023 berbunyi:


Ayat (1)


Persyaratan pengajuan Bakal Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a meliputi:


  1. disusun dalam daftar Bakal Calon;
  2. daftar Bakal Calon sebagaimana dimaksud dalam huruf a memuat paling banyak 100% (seratus persen) dari jumlah kursi pada setiap Dapil;
  3. daftar Bakal Calon sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) di setiap Dapil; dan
  4. setiap 3 (tiga) orang Bakal Calon pada susunan daftar Bakal Calon sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib terdapat paling sedikit 1 (satu) orang Bakal Calon perempuan.


Ayat (2)


Dalam hal penghitungan 30% (tiga puluh persen) jumlah Bakal Calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:


a. kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau


b. 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.


PKPU Tentang Keterwakilan Perempuan Dikritik


Sebelumnya, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mendatangi Bawaslu RI. Mereka menuntut Bawaslu untuk memberikan surat rekomendasi kepada KPU untuk merevisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023.


Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menilai Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 telah melanggar konstitusi. Mereka berpendapat PKPU tersebut mematikan keterwakilan perempuan di legislatif.


“Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menyatakan menolak Pasal 8 Ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 karena melanggar UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU Pemilu dan mematikan upaya peningkatan keterwakilan perempuan dalam pencalonan DPR dan DPRD,” ujar Aktivis Perempuan Valentina Sagala di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023).


Sebab itu, Valentina mengatakan pihaknya meminta Bawaslu untuk melakukan pengawasan pada PKPU tersebut. Dia meminta Bawaslu untuk menerbitkan rekomendasi kepada KPU untuk merevisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023.


“Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan Menuntut Bawaslu untuk menjalankan perannya dalam melakukan pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu dalam waktu 2×24 jam,” ujarnya.


“Sesuai kewenangannya Bawaslu harus menerbitkan Rekomendasi kepada KPU untuk segera merevisi Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU Pemilu,” sambungnya.


Valentina mengatakan jika 2×24 jam Bawaslu tidak menerbitkan rekomendasi tersebut, maka Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan akan melakukan upaya hukum.


147 Kali Dibaca


Bagikan:

Berita Terkait :